Minggu lalu, menurut data WHO, sudah 90.000 kasus flu babi dilaporkan di seluruh dunia, dan sudah 429 orang meninggal dunia akibat wabah ini. Laporan korban tewas berasal dari tiga benua, antara lain, Inggris, Brasil, Meksiko, Colombia, Filipina, dan Thailand.
Karena itu, menurut Direktur Penelitian Vaksin WHO, Marie-Paul Kieny, masyarakat di seluruh dunia harus memperoleh vaksinasi, agar tidak terjangkit virus ini. Vaksinasi itu diharapkan dilakukan selambatnya pada awal September, sebelum negara-negara di belahan bumi utara memasuki musim gugur.
Menurut Kieny, berdasarkan hasil pertemuan para ahli vaksin dan para ahli virus, virus H1N1 menyebabkan kerusakan pada paru-paru penderitanya lebih parah dari virus flu biasa. Karena itu vaksin harus dilakukan sebelum musim dingin, di mana tubuh manusia biasanya dalam kondisi lebih lemah.
Para pekerja di bidang kesehatan diprioritaskan untuk menerima vaksin ini, karena mereka harus berhadapan dengan para pasien. Selain itu ibu-ibu hamil dan orang- orang dengan daya tahan tubuh yang lemah. Anak-anak juga harus diprioritaskan, karena rentan tertular saat berada di sekolah.
Pemerintah Inggris dikabarkan akan memvaksinasi seluruh murid sekolah dalam waktu dekat, menyusul kematian seorang anak perempuan berusia 6 tahun, dan dokter yang merawat penderita flu babi. Jumlah korban tewas di negara itu sudah mencapai 17 orang.
Di Indonesia, seorang bocah berusia 9 tahun asal Sumatera Barat diduga tewas akibat virus H1N1. Sultan Farhan, pelajar SDN 05 Padangpasir, Kabupaten Agam, tewas setelah dirawat di ruang isolasi RS Umum Pusat (RSUP) Dr M Djamil, Padang, pukul 18.00, Minggu (12/7).
Menurut Direktur Umum, Sumber Daya Manusia (SDM) dan Pelayanan RSUP Dr M Djamil, Dr Aguswan, belum dapat dipastikan pasien menderita flu babi atau virus H1N1. Namun sejumlah sampel darah pasien sudah dikirim ke laboratorium Departemen Kesehatan di Jakarta, untuk memastikan korban benar terkena virus flu babi atau tidak. Dugaan itu muncul karena suhu tubuh Sultan sebelum meninggal sampai 39 derajat Celcius. Sementara penderita flu burung umumnya hanya 37,7 derajat Celcius.
Merusak paru-paru
Penelitian para ahli virus menemukan dalam sebuah percobaan, virus H1N1 ini menyebabkan kerusakan lebih parah pada paru-paru dibandingkan virus flu biasa. Penelitian itu dilakukan berdasarkan hasil otopsi pada penderita flu babi yang tewas.
Para peneliti di Amerika Serikat itu lalu melakukan percobaan menggunakan beberapa hewan, yakni tikus, musang, monyet makaka, dan babi mini, yang disuntikkan virus H1N1 dan virus flu biasa dari manusia. Hasilnya, mereka menemukan, tikus, musang, dan monyet makaka yang dimasukkan virus H1N1 mengalami kerusakan paru-paru lebih parahdibanding hewan sejenis yang dimasukan virus flu biasa.
Namun kerusakan itu tidak ditemukan pada babi-mini. Hal ini menjelaskan mengapa babi-babi di meksiko tak ada yang terjangkit penyakit ini sebelum wabah terjadi.
Para ahli itu juga menemukan bahwa virus H1N1 sangat sensitif terhadap dua obat flu yang sudah disetujui dan dua obat lagi yang masih dalam penelitian, termasuk Tamiflu. Karena itu produksi Tamiflu ditingkatkan, dan semua negara diharapkan mempunyai persediaan yang cukup.Sumber : http://www.surya.co.id/
Informasi yang bagus Bu, terus berkarya :).
BalasHapus